Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang beberapa rumah kuno yang bersejarah di Indonesia, keberadaan rumah kuno harus kita jaga kelestarian nya bukan hanya oleh pemerintah saja tapi masyarakat juga harus andil didalamnya.
4. Rumah Sejarah Kalijati
sumber: detik.com
ADSENSE HERE
1. Rumah Tempat Persembunyian Bung Karno
Sumber: merdeka.com
Rumah bersejarah yang disebut pernah menjadi tempat persembunyian Presiden Soekarno di Yogyakarta, kini dijual lewat situs jual beli tokobagus.com. Rumah itu ditawarkan dengan harga Rp 29.491.000.000.
Rumah itu terletak di Jalan Patangpuluhan, Yogyakarta. Luas rumah 500 m2, dengan luas tanah 4213 m2. Ada lima kamar tidur dengan dua kamar mandi dan halaman yang luas.
2. Candra Naya
sumber: Wikipedia
Candra Naya adalah sebuah bangunan cagar budaya di daerah Jakarta, Indonesia, yang merupakan bekas kediaman Mayor Khouw Kim An 許金安, mayor Tionghoa (majoor de Chineezen) terakhir di Batavia (1910-1918 dan diangkat kembali 1927-1942), setelah Mayor Tan Eng Goan 陳永元 (1837-1865), Tan Tjoen Tiat 陳濬哲 (1865-1879), Lie Tjoe Hong 李子鳳 (1879-1895) dan Tio Tek Ho 趙德和 (1896-1908). Bangunan seluas 2.250 meter persegi ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan salah satu dari dua kediaman rumah mayor Tionghoa Batavia yang masih berdiri di Jakarta.Kediaman mayor Tionghoa lainnya yang masih ada ialah bangunan "Toko Kompak" di Pasar Baru, bekas kediaman Mayor Tio Tek Ho. Bangunan yang didirikan pada abad ke-19 ini merupakan salah satu dari 3 bangunan berarsitektur serupa yang pernah ada di Jalan Gajah Mada, yaitu Jalan Gajah Mada 168 milik Khouw Tjeng Po 許清波, yang merupakan gedung Tiong Hoa Siang Hwee 中華商會 (Kamar Dagang Tionghoa) dan kini menjadi gedung SMA Negeri 2 Jakarta, Jalan Gajah Mada 188 milik Khouw Tjeng Tjoan 許清泉, yang kini dikenal sebagai gedung Candra Naya itu sendiri, dan Jalan Gajah Mada 204 milik Khouw Tjeng Kee 許清溪, yang pernah digunakan sebagai gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok
3. Omah Lowo
Sumber: Republika
Omah Lowo merupakan bangunan peninggalan Belanda pada abad ke-19. Tidak banyak sumber sejarah yang menyebut siapa yang pertama kali menghuni rumah seluas 1.500 meter persegi tersebut. Namun demi kian, ada catatan yang tertinggal dari rumah kelelawar ini. Pada 1945, Omah Lowo dimiliki keluarga Cina bernama Sie Djian Ho. Sie Djian Ho seorang sau dagar kaya penguasa bisnis penerbitan, per ke bunan, serta pemilik pabrik es di kota Solo.
Sejak kemerdekaan RI, Omah Lowo sempat dijadikan basis persembunyian para prajurit Indonesia untuk menahan laju serangan Belanda dan Inggris yang ingin kembali menguasai Pulau Jawa. Sempat juga dijadikan gedung veteran, Omah Lowo pada dekade 1980-an beralih fungsi jadi kantor haji dan kamar dagang kota Solo.
Rumah itu terletak di Jalan Patangpuluhan, Yogyakarta. Luas rumah 500 m2, dengan luas tanah 4213 m2. Ada lima kamar tidur dengan dua kamar mandi dan halaman yang luas.
2. Candra Naya
sumber: Wikipedia
Candra Naya adalah sebuah bangunan cagar budaya di daerah Jakarta, Indonesia, yang merupakan bekas kediaman Mayor Khouw Kim An 許金安, mayor Tionghoa (majoor de Chineezen) terakhir di Batavia (1910-1918 dan diangkat kembali 1927-1942), setelah Mayor Tan Eng Goan 陳永元 (1837-1865), Tan Tjoen Tiat 陳濬哲 (1865-1879), Lie Tjoe Hong 李子鳳 (1879-1895) dan Tio Tek Ho 趙德和 (1896-1908). Bangunan seluas 2.250 meter persegi ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan salah satu dari dua kediaman rumah mayor Tionghoa Batavia yang masih berdiri di Jakarta.Kediaman mayor Tionghoa lainnya yang masih ada ialah bangunan "Toko Kompak" di Pasar Baru, bekas kediaman Mayor Tio Tek Ho. Bangunan yang didirikan pada abad ke-19 ini merupakan salah satu dari 3 bangunan berarsitektur serupa yang pernah ada di Jalan Gajah Mada, yaitu Jalan Gajah Mada 168 milik Khouw Tjeng Po 許清波, yang merupakan gedung Tiong Hoa Siang Hwee 中華商會 (Kamar Dagang Tionghoa) dan kini menjadi gedung SMA Negeri 2 Jakarta, Jalan Gajah Mada 188 milik Khouw Tjeng Tjoan 許清泉, yang kini dikenal sebagai gedung Candra Naya itu sendiri, dan Jalan Gajah Mada 204 milik Khouw Tjeng Kee 許清溪, yang pernah digunakan sebagai gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok
3. Omah Lowo
Sumber: Republika
Omah Lowo merupakan bangunan peninggalan Belanda pada abad ke-19. Tidak banyak sumber sejarah yang menyebut siapa yang pertama kali menghuni rumah seluas 1.500 meter persegi tersebut. Namun demi kian, ada catatan yang tertinggal dari rumah kelelawar ini. Pada 1945, Omah Lowo dimiliki keluarga Cina bernama Sie Djian Ho. Sie Djian Ho seorang sau dagar kaya penguasa bisnis penerbitan, per ke bunan, serta pemilik pabrik es di kota Solo.
Sejak kemerdekaan RI, Omah Lowo sempat dijadikan basis persembunyian para prajurit Indonesia untuk menahan laju serangan Belanda dan Inggris yang ingin kembali menguasai Pulau Jawa. Sempat juga dijadikan gedung veteran, Omah Lowo pada dekade 1980-an beralih fungsi jadi kantor haji dan kamar dagang kota Solo.
4. Rumah Sejarah Kalijati
sumber: detik.com
Rumah Sejarah Kalijati menjadi saksi perpindahan kekuasaan Indonesia dari Belanda kepada Jepang. Para wisatawan kini berdatangan ke tempat itu untuk napak tilas detik-detik terakhir masa penjajahan Belanda di Indonesia.
70 Tahun silam (8/3/1942) kekuasaan Belanda yang telah menguasai bumi pertiwi selama 350 tahun berakhir begitu saja di subuah rumah kecil di wilayah Desa Kalijati Barat. Lebih tepatnya rumah yang dikenal dengan nama Rumah Sejarah Kalijati ini terletak di Kompleks Garuda E25 Lanud Suryadarma, Desa Kalijati Barat, Kecamatan Kalijati, Jawa Barat.
Setelah 350 tahun menguasai bumi pertiwi Indonesia akhirnya Belanda menyerahkan kekuasaannya di nusantara kepada Jepang (8/03/1942) yang baru beberapa hari mendarat di Pulau Jawa. Peristiwa yang terjadi tak lebih dari 10 menit itu menjadi hal yang memalukan bagi bangsa Belanda dan menjadi awal penjajahan Jepang di Indonesia.